Sehat terus wahai habibana
malam ke empat belas di bulan ramadhan 2013 masehi. Bulan berpijar dengan benderangnya di malam itu. Bintang berkelip terbias dengan cahaya bulan yang sepanjang malam menemani. Tepat di hari senin malam selasa, betapa tak tergambarkan nya rasa bahagia dan semangat untuk menghadiri perkumpulan mulia saat itu. Perkumpulan yang setiap minggu di adakan di masjid raya al munawar pancoran Jakarta yang di hadiri puluhan ribu muslimin yang memadati masjid sampai di halamannya. Rasa haru dan bahagia bisa kembali duduk bersama wajah wajah mulia di depan sana. Rasa khawatir sempat muncul ketika pembacaan riwayat hidup sang nabi saw di bacakan , wajah mulia yang ku rindukan itu belum tampak hadir.
Bulan yang terpijar dengan indahnya tak membawa berita hampa. wajah yang bercahaya yang ku rindukan telah tiba dengan kewibawaanya yang meluluhkan sanubari, hingga air mata menetes melihat nya berjalan dengan jubah dan
senyum indah. namun mata ini belum di izinkan untuk menatapnya terus menerus. mungkin sebab kehinaan pandangan yang tak terjaga di luar menghalangi untuk melihat wajah mulia itu. Dari tengah masjid itu, getaran lembut suara mu yang berwibawa terdengar hingga tulang rusuk ini luluh di dalamnya. Rasanya tak dapat terbendung lagi air mata yang sejak awal kedatangannya, ingin ku lepas sepuas puasnya.
Khas mu yang selalu memanjakan kami para murid mu. Dengan canda dan tawa. Seakan akan kau mempu melihat isi hati dan fikiran dari tiap tiap kami hingga Kau tau fikiran kami tak terkonsentrasi dalam pembahasaan kitab.. Betapa tajam nya perasaan mu terhadap kami. Kami yang hanya merepotkan mu. Tak mampu berbuat banyak untuk membantumu. Canda mu, tawa ceria mu, membangkitkan kami yang lemah dalam belajar. Wahai habibana. Walau kau utus kamu untuk terjun kedalam samudera. Kami tak akan pungkiri sedikitpun dari hal itu.
Betapa tak tergambarkannya perasaan cinta yang bergemuruh dalam diri melihatmu dalam keadaan bugar dan ceria. Walau pagi harinya dirinya kembali di opname Karena peradangan otak yang kambuh. Terkadang Kau paksakan walau dengan kursi roda atau bahkan kasur listrik yang merebahkan mu dalam majelis ini. Gembira haru kami wahai habibana, melihatmu kini lebih membaik. dan tangis tak dapat terbendung ketika dzikir kau serukan hingga tak mampu lagi diri untuk menahan air mata yang mengalir. Pecah tangis kami untuk mendoakan mu. Untuk kesembuhanmu.Janji setia kami untuk mu dunia akhirat. Sehat terus wahai habibana. Kami mencintai mu.