Sabtu, 19 Oktober 2013

Sampah Visual


    Jumat sebelas juni2013 pukul 23.00 wib metro tv kembali menyangkan program yang selalu saya nantikan. Kenapa ? karena dalam program tersebut menampilkan film film documenter yang sangat bermanfaat dan sangat menarik untuk di lihat. Tahun ini sebenarnya tahun pertama saya mengikuti kompetisi yang di adakan olehnya. Karena baru pada tahun ini umur saya mencukupi syarat sebagai peserta. Namun, banyak hal yang harus saya lebih explore seharusnya, hingga tahun depan saya dapat kembali belajar dan berkontribusi dalam kompetisi ini dan dapat memenangkan tentunya.

     Eagle documentaries kali ini menyoroti tentang sekelompok masyarakat yang di ketuai oleh salah seorang dosen desain komunikasi visual dari ISI yogyakarya  sejak tahun 1992. Seseorang yang terlihat begitu sederhana dengan motor tuanya berjuang setelah dari kampus untuk kembali kepada aktifitas social di luar kampus. Saya cukup menyoroti dari hal ini karena biasanya orang perupa mereka selalu berpenampilan apa adanya dan selalu dengan gaya sederhana tetapi bukan berarti masa bodo dengan penampilan. Mereka tetap rapih dengan rambut gondrongnya dan gaya nyentriknya. Hal itu saya perhatikan pula dari para dosen saya di fakultas industry kreatif Universitas Telkom. Cara bicara mereka, gaya berpakaian mereka cukup berbeda dengan dosen dari fakultas lain.  Seseorang dapat melakukan apapun untuk mengekspresikan dirinya tanpa merugikan orang lain.

    Menjadi sorotan seorang dosen dkv dari isi Yogyakarta ketika melihat begitu banyaknya pamphlet, baliho, spanduk iklan yang bertebaran di seluruh kota tanpa mengenal ruang dan media. Mereka dengan asyiknya menempelkan iklan itu di ruang public bahkan di tancap di pohon dengan paku paku. Ruang publik yang seharusnya di nikmati dengan pemandangan natural kini terdistorsi dengan begitu banyaknya iklan. Betapa tidak hampir di setiap pinggir dan sudut perempatan jalan selalu ada iklan yang bertebaran itu. Mulai dari yang membayar pajak iklan sampai yang illegal sekalipun. Iroinis ketika pemerintah tidak menyadari akan hal ini. Atau sebenarnya mereka sadar tetapi masih bingung apa yang harus di lakukan. Dan menurut saya lebih ironis ketika kita sebagai mahasiswa perupa yang notabene bekerja pada bidang grafis seperti itu justru tidak menyadari akan hal itu dan apakah para pengajar perupa itupun sadar dengan kenyataaan yang seperti ini ? begitu di luar kepala prinsip prinsip desain yang di pelajari, estetika, semiotika, retorika visual bahkan kita pun mendapat pengajaran psikologi persepsi. Teteapi kita tidak sadar akan hal tersebut.


    Masalah yang di angkat oleh eagle kali ini sungguh sangat menampar saya. Saya sudah cukup lama tidak merasa nyaman dengan dengan bertebaran nya iklan grafis yang menampati hampir diseluruh ruang public. Betapa tidak, bahwa dari perusahan kelas kakap hingga obat herbal kelas teri beriklan disana dan siapa yang membuatnya tentualah para desainer akademis hingga tukang seting percetakan. Tetapi justru hal tersebut yang tidak kita sadari. Apalah arti prinsip desain dan ilmu kejiwaan persepsi itu jika tidak berimbas pada pola fikir yang lebih indah untuk para calon desainer. 

Tidak ada komentar: