Jumat sebelas juni2013 pukul 23.00 wib metro tv kembali
menyangkan program yang selalu saya nantikan. Kenapa ? karena dalam program
tersebut menampilkan film film documenter yang sangat bermanfaat dan sangat
menarik untuk di lihat. Tahun ini sebenarnya tahun pertama saya mengikuti
kompetisi yang di adakan olehnya. Karena baru pada tahun ini umur saya
mencukupi syarat sebagai peserta. Namun, banyak hal yang harus saya lebih
explore seharusnya, hingga tahun depan saya dapat kembali belajar dan berkontribusi
dalam kompetisi ini dan dapat memenangkan tentunya.
Eagle documentaries
kali ini menyoroti tentang sekelompok masyarakat yang di ketuai oleh salah
seorang dosen desain komunikasi visual dari ISI yogyakarya sejak tahun 1992. Seseorang yang terlihat
begitu sederhana dengan motor tuanya berjuang setelah dari kampus untuk kembali
kepada aktifitas social di luar kampus. Saya cukup menyoroti dari hal ini
karena biasanya orang perupa mereka selalu berpenampilan apa
adanya dan selalu dengan gaya sederhana tetapi bukan berarti masa bodo dengan
penampilan. Mereka tetap rapih dengan rambut gondrongnya dan gaya nyentriknya.
Hal itu saya perhatikan pula dari para dosen saya di fakultas industry
kreatif Universitas Telkom. Cara bicara mereka, gaya berpakaian mereka cukup
berbeda dengan dosen dari fakultas lain. Seseorang dapat
melakukan apapun untuk mengekspresikan dirinya tanpa merugikan orang lain.
Menjadi sorotan seorang dosen dkv dari isi Yogyakarta ketika
melihat begitu banyaknya pamphlet, baliho, spanduk iklan yang
bertebaran di seluruh kota tanpa mengenal ruang dan media. Mereka dengan
asyiknya menempelkan iklan itu di ruang public bahkan di tancap di pohon dengan
paku paku. Ruang publik yang seharusnya di nikmati dengan pemandangan natural
kini terdistorsi dengan begitu banyaknya iklan. Betapa tidak hampir di setiap
pinggir dan sudut perempatan jalan selalu ada iklan yang bertebaran itu. Mulai
dari yang membayar pajak iklan sampai yang illegal sekalipun. Iroinis ketika
pemerintah tidak menyadari akan hal ini. Atau sebenarnya mereka sadar tetapi
masih bingung apa yang harus di lakukan. Dan menurut saya lebih ironis ketika
kita sebagai mahasiswa perupa yang notabene bekerja pada bidang
grafis seperti itu justru tidak menyadari akan hal itu dan apakah para pengajar
perupa itupun sadar dengan kenyataaan yang seperti ini ? begitu di luar kepala
prinsip prinsip desain yang di pelajari, estetika, semiotika, retorika visual
bahkan kita pun mendapat pengajaran psikologi persepsi. Teteapi kita tidak
sadar akan hal tersebut.
Masalah yang di angkat oleh eagle kali ini sungguh sangat
menampar saya. Saya sudah cukup lama tidak merasa nyaman dengan dengan
bertebaran nya iklan grafis yang menampati hampir diseluruh ruang public.
Betapa tidak, bahwa dari perusahan kelas kakap hingga obat herbal kelas teri
beriklan disana dan siapa yang membuatnya tentualah para desainer akademis hingga
tukang seting percetakan. Tetapi justru hal tersebut yang tidak kita sadari.
Apalah arti prinsip desain dan ilmu kejiwaan persepsi itu jika tidak berimbas
pada pola fikir yang lebih indah untuk para calon desainer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar