oleh : Deni
Sendu mentari dalam kesejukan
yang menaburkan setiap rasa ketenangan dalam dekapan sebuah sayang. Mentari
berpijar setelah tenggelam nya rembulan di telan oleh putaran yang bisu.
Kebisuan dalam setiap kata yang tak dapat terucap untuk mendeskripsikan isi perasaan
dalam dada yang sudah lama sesak tak terungkap.
Matahari dan bulan sudah terlalu
dekat. Mereka Satu suara untuk saling
menerangi dalam putaran yang bisu. perpisahan yang semu yang jelas terbersit dalam benak
setiap jiwa. Menghantarkan semua tafsir tak berbahasa yang hanya bersandar pada
sikap dan perhatian yang suci. Bagaikan merangkak dalam tanjakan tak terhenti
yang menyakitkan diri dalam ketidak pastian.
Kepastian. Adalah salah satu
keinginan yang tak dapat terungkapkan, hingga saat ini semua yang menjadi sesak
itu tak juga terungkap dalam kata dan bahasa. Verbal yang terungkap hanya
membisikan dalam jutaan Tanya yang tak terjawab.
Kekhawatiran yang mendalam,
matahari tak mau kehilangan rembulan yang dekat bukan dalam jarak. Perhatian
kosong yang hanya terlewat di hadapan rembulan, lewat bagaikan angin yang
berhembus. Terhisap dan terserap dalam raga, namun hampa di rasa. Ketika bulan
di damaikan oleh bintang, dan ketika matahari di damaikan dalam biru nya awan.
Bintang yang tebaran dan birunya awan tak sadar kerinduan antara matahari dan
bulan.
Wahai matahari, kau merindukan
bulan dalam selimut cinta. Maka bangunlah dalam selimut itu. layaknya cinta itu
sebagai naungan bukan lagi terlelap dalam selimut yang menyakitkan tak dapat
mengungkapkan segala rasa. Berkorban dalam setiap gerak yang selalu salah
tingkah di dekatnya. Ungkapkanlah, dan sungguh kau menginginkan lebih dari
sekedar kedekatan yang biasa.
Wahai rembulan, sadarkah kau,
bahwa dia memperhatikan mu, merindukan dan menyayangimu. Betapa khwatirnya dia,
jika bintang kembali mendekatimu dan memelukmu dalam dekapan cinta. Tetapi ia tak berdaya akan rasa khwatirnya,
takut kau menolaknya dan kau menjauh darinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar